Penulis/ilustrasi: Muhammad Firza Akbar (Tenaga Ahli Peliputan)
Editor: Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengumumkan penarikan sebanyak 34 item produk kosmetik dari peredaran setelah terbukti mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang. Hal ini disampaikan melalui siaran pers pada hari Jumat, 1 Agustus 2025. Pengumuman tersebut merupakan hasil intensifikasi pengawasan terhadap produk kosmetik yang beredar di pasaran selama triwulan II (April–Juni) tahun 2025.
Dijelaskan dalam pengumuman tersebut bahwa sebagian besar kosmetik yang ditarik merupakan hasil kontrak produksi, dengan total 28 item. Sementara itu, 2 produk merupakan kosmetik lokal dan 4 lainnya merupakan produk impor. Seluruh daftar temuan dapat dilihat pada lampiran siaran pers resmi BPOM.
Pihak BPOM menjelaskan bahwa hasil sampling dan pengujian menunjukkan produk-produk tersebut positif mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang yang berisiko bagi kesehatan. Bahan-bahan tersebut meliputi merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, timbal, pewarna kuning metanil, dan steroid.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menjelaskan bahwa dampak kesehatan yang ditimbulkan sangat bervariasi, mulai dari efek ringan hingga berat. Merkuri, misalnya, dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit (ochronosis), reaksi alergi, iritasi, sakit kepala, diare, muntah, bahkan kerusakan ginjal.
Bahan berbahaya lainnya yang turut ditemukan dalam produk kosmetik tersebut antara lain asam retinoat yang bersifat teratogenik dan dapat memengaruhi perkembangan janin. Hidrokuinon (HQ) yang menyebabkan hiperpigmentasi, ochronosis, serta perubahan warna kornea dan kuku, serta timbal yang berpotensi merusak fungsi organ dan sistem tubuh.
Sedangkan pewarna kuning metanil bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan kerusakan hati serta sistem saraf. Kandungan steroid dapat memicu berbagai efek negatif seperti biang keringat, atrofi kulit, hingga reaksi alergi.
"BPOM telah menindak tegas temuan kosmetik yang terbukti mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang ini. BPOM telah mencabut izin edar serta melakukan penghentian sementara kegiatan (PSK), yang meliputi penghentian kegiatan produksi, peredaran, dan importasi,” urainya.


Baca juga: Kukar Tegaskan Komitmen Turunkan Stunting Lewat Aksi Konvergensi dan Inovasi Daerah
Ditambahkan bahwa melalui 76 unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia, BPOM juga telah melakukan penertiban di fasilitas produksi dan distribusi kosmetik, termasuk pada sektor retail. Selain itu, Kepala BPOM menyampaikan bahwa pihaknya juga telah melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap praktik produksi dan peredaran kosmetik ilegal, khususnya yang dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan.
"Jika ditemukan indikasi tindak pidana, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM akan memproses secara pro-justitia," tegasnya. Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah,” imbuhnya.
BPOM mengimbau para pelaku usaha agar mematuhi peraturan perundang-undangan dalam menjalankan usahanya. Masyarakat sebagai konsumen akhir juga diingatkan agar lebih waspada dalam memilih produk kosmetik dan tidak menggunakan produk yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang sebagaimana tercantum dalam lampiran maupun yang telah diumumkan sebelumnya oleh BPOM.
Cek daftar lengkap produk kosmetik berbahaya yang ditarik BPOM di link:
https://www.pom.go.id/siaran-pers/bpom-tarik-34-kosmetik-mengandung-bahan-berbahaya-dan-atau-dilarang-konsumen-diminta-lebih-waspada
#bpom #kosmetikberbahaya #waspadakosmetik #kosmetikilegal #cekkosmetiksebelumbeli #stopmerkuri #stophidrokuinon #stopkosmetikilegal #bpomri #perlindungankonsumen #kosmetikaman #pengawasankosmetik #hindaribahanberbahaya #kesehatanmasyarakat #bpomlindungimasyarakat #cekkandunganproduk #edukasikonsumen