Penulis : Muhammad Farhan Maulana (Tenaga Ahli Peliputan)
Sumber : Komdigi RI
Editor : Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) RI Nezar Patria mengajak generasi muda Indonesia, khususnya Gen Z, untuk kembali menghidupkan semangat berpikir kritis di tengah gempuran deras informasi digital yang semakin kompleks, manipulatif, dan tidak jarang menyesatkan. Ajakan tersebut ia sampaikan dalam acara Ngobrolin Buku Bareng Wamenkomdigi RI yang digelar di Perpustakaan Kementerian Komunikasi dan Digital di Jakarta Pusat pada hari Senin, 21 Juli 2025.

Baca Juga : Kaltim Perluas Vaksinasi DBD, 1.550 Siswa SD di Kukar Jadi Sasaran Tahap Ketiga
Dalam kesempatan tersebut Wamen Komdigi RI Nezar membedah buku Neksus karya sejarawan dan pemikir global Yuval Noah Harari. Buku tersebut menjadi titik tolak diskusi seputar perkembangan teknologi, disrupsi digital, serta tantangan besar yang muncul di era post-truth, di mana kebenaran sering dikalahkan oleh opini dan narasi yang emosional namun belum tentu faktual.
“Melawan post-truth sebenarnya tidak sulit. Hal yang kita butuhkan adalah mengaktifkan kembali critical thinking atau nalar kritis kita. Jangan langsung percaya pada informasi yang kelihatannya benar atau disebar oleh banyak orang. Verifikasi dulu, gali lebih dalam,” tegasnya.
Ditegaskan bahwa kemampuan berpikir kritis sangat penting di era informasi saat ini. Apalagi perkembangan teknologi kecerdasan artifisial (AI) telah menghadirkan tantangan baru yang tidak bisa dianggap remeh. Dicontohkan fenomena visual dan video realistis berbasis AI seperti deepfake, yang mampu menciptakan wajah dan sosok manusia yang sangat meyakinkan, meskipun sosok tersebut tidak pernah ada di dunia nyata.
“AI sekarang bisa menciptakan wajah manusia fiktif yang mirip orang Manado, Palembang, atau Jawa. Padahal sosok itu tidak pernah eksis. Itu hanya hasil rekayasa. Tapi orang yang tidak paham bisa langsung percaya karena visualnya begitu meyakinkan,” jelasnya.
Wamen Komdigi RI Nezar juga mengungkapkan bahwa ancaman terbesar terjadi ketika teknologi AI disalahgunakan untuk membuat konten yang dapat memecah belah masyarakat, terutama di negara plural seperti Indonesia. Diingatkan akan bahaya manipulasi suara dan wajah tokoh publik terutama tokoh agama yang dibuat untuk menyampaikan pesan-pesan provokatif atau menyesatkan.
“Hal yang paling berbahaya adalah jika AI digunakan untuk meniru tokoh agama dan menyebarkan ujaran yang memecah belah. Itu bisa memicu konflik horizontal. Negara seperti kita sangat rentan terhadap hal ini jika warganya tidak punya daya nalar yang kuat,” ujarnya.

Baca Juga : Asisten III Kukar Dafip Haryanto Pimpin Kick Off Vaksinasi DBD untuk 1.550 Siswa SD di Kukar
Dalam event tersebut Wamen Komdigi RI Nezar juga mengajak Gen Z untuk menjadi pengguna media sosial yang bertanggung jawab. Disampaikan tentang pentingnya etika digital terutama dalam berkomentar, menyebarkan informasi, serta menghindari perilaku merundung atau cyberbullying yang kini kian marak di dunia maya.
“Jangan biasakan diri asal jeplak. Jangan jadikan media sosial sebagai ajang melampiaskan emosi tanpa berpikir. Tonton film dokumenter atau fiksi yang mengangkat tema cyberbullying, pelajari dampaknya terhadap kesehatan mental remaja. Media sosial bisa membangun, tapi juga bisa menghancurkan jika digunakan secara tidak bijak,” tambahnya.
Ditekankan pentingnya literasi digital yang komprehensif, bukan hanya untuk memahami cara kerja teknologi, tetapi juga membentuk karakter warga digital yang cerdas, berempati, dan mampu memilah informasi secara mandiri. “Pikirkan baik-baik sebelum mengonsumsi maupun memproduksi konten. Jangan mudah terbawa arus. Kunci menghadapi zaman ini ada pada critical thinking,” pungkasnya.
#lawanposttruth #nalarkritis #literasidigital #genzcerdas #berpikirkritis #etikabermedia #cekfaktadulu #bijakbersosmed #digitalsmart #antidisinformasi #bangkitkannalargenz #waspadadeepfake #eradigitalbijak #genzmelawanhoaks