Penulis: Sephia Caesaria Attara (Tenaga Ahli Peliputan)
Sumber: Kementerian P3A
Editor: Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI bersama sejumlah kementerian terkait mengikuti Rapat Tingkat Menteri pada hari Jumat, 11 Juli 2025 di bawah koordinasi Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas penyusunan Rancangan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (GN-AKPA). Rapat tersebut merupakan langkah konkret memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak di seluruh wilayah Indonesia.
Menteri PPPA Arifah Fauzi menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kondisi darurat yang memerlukan respons cepat dan sistemik. Berdasarkan data SIMFONI PPA hingga 7 Juli 2025 tercatat 14.133 kasus kekerasan, dengan 12.161 korban perempuan dan 2.913 korban laki-laki dan mayoritas terjadi di lingkungan rumah tangga.
“Kita tidak bisa menunggu, Negara harus hadir. Rancangan Inpres GN-AKPA adalah bentuk nyata dan terukur dari komitmen Negara untuk membangun sistem perlindungan yang konkret, menyeluruh, dan terintegrasi,” tegas Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menyampaikan bahwa GN-AKPA bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi wujud nyata keberpihakan Negara agar perempuan dan anak tidak lagi merasa takut di rumah, sekolah, tempat kerja, maupun ruang publik. “Melalui Inpres ini, kita dorong keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, dari tingkat Pusat hingga Desa,” tambahnya.
Menko PMK Pratikno menekankan pentingnya efektivitas pelaksanaan kebijakan. “Kita tidak cukup hanya menambah aturan. Hal yang lebih penting adalah memastikan aturan berjalan efektif di lapangan,” tegasnya. Disampaikan bahwa Inpres ini akan menjadi alat koordinasi lintas sektor yang kuat, disertai evaluasi terhadap regulasi dan program yang sudah berjalan.
Rancangan Inpres GN-AKPA akan memuat 6 fokus utama, yaitu pencegahan kekerasan, penguatan layanan bagi korban, penegakan hukum yang berpihak pada korban, sistem pelaporan dan integrasi data kekerasan secara nasional, peningkatan kapasitas SDM hingga desa, serta integrasi kebijakan dan pendanaan di Pusat dan Daerah.
Menteri Agama RI Nasaruddin Umar menambahkan bahwa pembinaan moral sangat penting sebagai fondasi perlindungan. “Kekerasan adalah gejala rapuhnya nilai. Pendidikan agama di madrasah dan rumah ibadah harus memperkuat nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap perbedaan,” ujarnya. Menag RI Nasaruddin Umar juga mendorong rumah ibadah menjadi ruang aman dan inklusif bagi anak dan remaja.
Wakil Menteri Desa dan PDT RI Riza Patria menyampaikan bahwa Desa merupakan garda terdepan dalam pencegahan kekerasan. Riza menyoroti pentingnya penguatan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) serta pembentukan Satgas Perlindungan di tingkat Desa dan dukungan Dana Desa.
Sementara itu, Wakil Kepala BP2MI Dzulfikar Tawalla menyoroti pentingnya perlindungan pekerja migran perempuan yang rentan terhadap eksploitasi. “Program seperti Desa Emas dan Migran Center adalah bentuk perlindungan dari hulu. Inpres GN-AKPA penting agar perlindungan berkelanjutan, baik di dalam maupun luar negeri,” ujarnya.
Melalui rapat ini, seluruh kementerian dan lembaga menyampaikan komitmen penuh mendukung pengesahan dan pelaksanaan Inpres GN-AKPA. Pemerintah berharap gerakan nasional ini mampu menjangkau hingga akar masyarakat, untuk mewujudkan Indonesia yang aman, adil, dan ramah bagi seluruh perempuan dan anak.
#lindungiperempuananak #gnakpa #kolaborasilindungianak #stopkekerasan #kemenpppa #indonesiaramahanak #perempuanberdayaanakterlindungi