Penulis: Muhammad Firza Akbar (Tenaga Ahli Peliputan)
Sumber: BNN RI
Editor: Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) mendorong penguatan regulasi yang mewajibkan integrasi pendidikan anti narkotika ke dalam kurikulum pelatihan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan lembaga pendidikan kedinasan. Penegasan ini disampaikan melalui penerbitan policy paper berjudul “Urgensi Regulasi Pendidikan Anti Narkotika dalam Kurikulum ASN dan Kedinasan” yang dirilis pada Kamis, 26 Juni 2025. Langkah ini dipandang penting sebagai strategi untuk meningkatkan pemahaman ASN terhadap bahaya narkoba. Pendidikan yang sistematis dan mendalam diyakini mampu memperkuat komitmen kolektif dalam membangun birokrasi yang bersih, sehat, dan berintegritas.
BNN menyatakan hingga saat ini belum ada regulasi yang secara eksplisit mewajibkan materi anti narkotika dalam kurikulum ASN. Hal ini menyebabkan rendahnya pemahaman substantif dan lemahnya komitmen institusional dalam implementasi program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Berdasarkan laporan BNN tahun 2024, integrasi topik anti narkotika dalam kurikulum ASN baru mencapai 23,51%, menjadikannya capaian terendah dalam pelaksanaan Rencana Aksi Nasional P4GN yang berlandaskan pada Inpres No. 2 Tahun 2020. Ketidakhadiran regulasi juga berdampak pada lemahnya budaya kerja anti narkoba serta belum terbentuknya sistem pencegahan yang kuat di lingkungan birokrasi.
Data BNN tahun 2023 mengungkap prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 1,73% atau sekitar 3,33 juta jiwa untuk kategori setahun pakai, dan 2,20% (4,24 juta jiwa) untuk kategori pernah pakai pada kelompok usia 15–64 tahun. Perputaran uang dari bisnis gelap narkoba bahkan diperkirakan mencapai Rp500 triliun per tahun. Berdasarkan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth), isu integrasi kurikulum mendapat skor tertinggi (13%), mengungguli isu penyelenggaraan rehabilitasi (37,81%) dan pelaksanaan tes urine ASN (40,44%).
BNN menggarisbawahi bahwa pendidikan formal jauh lebih efektif dibanding pelatihan sesaat atau pendekatan berbasis sanksi-insentif. Kebijakan ini dapat dikombinasikan dengan pelatihan berkala dan strategi pemantauan untuk memastikan efektivitas berkelanjutan. Dalam pendekatan logic model, kelemahan saat ini terletak pada tahap input dan activity, yakni belum tersedianya regulasi, sumber daya, dan standar kurikulum yang seragam. Dampaknya, output berupa peningkatan kapasitas ASN tidak tercapai optimal, dan outcome jangka menengah berupa budaya kerja bersih narkoba terhambat.
Hingga 2024, sebanyak 64 dari 73 kementerian/lembaga (87,67%) dan 294 dari 548 pemerintah daerah (53,64%) telah melaksanakan aksi generik dan khusus P4GN. Namun hanya 27 kementerian/lembaga dan 54 pemda yang telah mengembangkan topik anti narkotika dalam kurikulum mereka. Totalnya, baru 336 modul yang dihasilkan. Kementerian Perhubungan menjadi pionir dengan menyusun 20 modul, disusul oleh BNN dengan 8 modul. Daerah yang telah memiliki regulasi antara lain Provinsi Riau, Kota Batam, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi NTB (Perda No. 4 Tahun 2022), dan Provinsi Gorontalo. Implementasi konkret di lapangan terlihat pada SMPN 6 Tanjungpandan di Kabupaten Belitung yang telah menjalankan program pendidikan anti narkoba berdasarkan Perbup No. 60 Tahun 2022.
BNN menilai, tantangan implementasi kurikulum disebabkan oleh kurangnya kebijakan wajib, belum optimalnya sosialisasi, serta keterbatasan sumber daya (modul, pengajar, anggaran). Oleh karena itu, BNN merekomendasikan 3 pendekatan. Pertama, penguatan kebijakan pencegahan di lingkungan pendidikan. Kedua, integrasi topik P4GN dalam kurikulum ASN dan kedinasan. Ketiga, pemantauan dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan kebijakan.
Menurut Perencana Ahli Muda Biro Perencanaan BNN Prastyo Hadi Saputro “Integrasi pendidikan anti narkotika dalam kurikulum ASN adalah kebijakan paling rasional, sistematis, dan dapat diterapkan secara nasional. Ini bukan hanya membentuk pengetahuan, tapi juga sikap ASN sejak sebelum mereka bertugas.”
“Tanpa regulasi wajib, integrasi pendidikan anti narkotika hanya akan bersifat seremonial. Padahal ASN harus menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari penyalahgunaan narkotika,” tegasnya. Ditambahkan bahwa integrasi ini harus diiringi dengan kerja sama lintas lembaga, penyusunan panduan kurikulum oleh BNN dan Pusat Kurikulum Kemendikbudristek, serta perluasan MoU hingga ke level provinsi dan kabupaten/kota.
BNN mengajak seluruh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan untuk turut mendukung kebijakan ini secara aktif. Pendidikan anti narkoba sejak dini dan sejak awal karier ASN diyakini menjadi investasi jangka panjang dalam melindungi Indonesia dari ancaman narkotika secara sistemik dan berkelanjutan.
#pendidikanantinarkoba #asnbersihnarkoba #birokrasitanpanarkoba #ranp4gn #kebijakanbnn #integrasikurikulumasn #pendidikankedinasan #cegahnarkoba #bnnindonesia #regulasiantinarkotika