Penulis/Ilustrasi: Sephia Caesaria Attara (Tenaga Ahli Peliputan)
Sumber: Komdigi RI
Editor: Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Judi online kembali jadi sorotan nasional setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan potensi perputaran dana judi online menembus Rp1.200 triliun pada akhir 2025, atau sekitar 60 persen dari APBN 2025. Fakta tersebut disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam peluncuran Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) di Jakarta, pada Kamis 8 Mei 2025.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa dampak sosial dari maraknya judi online jauh lebih mengkhawatirkan ketimbang aspek ekonominya. Pada tahun 2023 teridentifikasi pemain judi online sebanyak 3,7 juta dan menjadi 8,8 juta pemain judi online di Indonesia pada 2024. “Sekitar 71,6 persen pemain judi online berpenghasilan di bawah Rp5 juta dan banyak yang terjerat pinjaman online. Hal yang mencemaskan bukan hanya jumlahnya, tetapi efek sosial berantai seperti konflik keluarga, perceraian, hingga kasus bunuh diri akibat utang,” ujarnya.
PPATK juga mencatat tren mengkhawatirkan, di kalangan usia muda pemain judi online dengan usia 10-16 tahun telah menyetor hingga Rp2,2 miliar, usia 17-19 tahun menyetor Rp.47,9 miliar, dan kelompok usia 31-40 tahun menjadi penyumbang terbesar dengan nominal mencapai Rp2,5 triliun. Secara keseluruhan, 3,8 juta pelaku judi online diketahui menggunakan pinjaman ilegal di luar sistem perbankan.
Pemerintah menanggapi situasi ini dengan langkah-langkah terintegrasi, termasuk pemblokiran 1,3 juta konten judi online oleh Kominfo RI, penerapan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025 tentang perlindungan anak di ruang digital, pembatasan kepemilikan kartu SIM maksimal tiga nomor per NIK, serta pelacakan transaksi mencurigakan dengan bantuan kecerdasan buatan. Selain itu, operasi penegakan hukum telah berhasil menyita aset senilai Rp500 miliar dari pelaku judi online.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut salah satu modus baru melibatkan sindikat luar negeri yang mendirikan perusahaan teknologi palsu sebagai kedok untuk mengoperasikan layanan judi daring. “Skema ini dirancang dengan nominal deposit kecil agar menjangkau masyarakat kelas bawah” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid menekankan bahwa penindakan harus dibarengi pendekatan edukatif dan regulatif. “Kami tak hanya mengejar pelaku, tapi juga mendorong literasi digital agar masyarakat sadar bahaya judi online,” katanya.
Satgas Pemberantasan Judi Online yang terdiri dari 12 Kementerian/Lembaga berhasil menurunkan volume transaksi judi online hingga 80 persen pada kuartal pertama 2025. Pemerintah optimistis langkah kolektif ini mampu menekan kerugian ekonomi hingga Rp150 triliun di akhir tahun. Namun, semua pihak tetap diingatkan bahwa upaya melindungi masyarakat dari jeratan judi online membutuhkan komitmen jangka panjang dan kerja sama lintas sektor.
#bahayajudionline
#bahayapinjamanonline
#bahayajudionline
#stopjudionline
#stoppinjol
#ppatk
#komdigiri
#ekonomidigital
#literasidigital
#antijudi