Penulis/Fotografer : Sephia Caesaria Attara (Tenaga Ahli Peliputan)
Editor: Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Kepala Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Kartanegara Faridah menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pembatasan usia anak dalam menggunakan media sosial. Menurutnya langkah ini penting untuk melindungi anak-anak dari berbagai ancaman resiko yang muncul di dunia digital.
Kepala Unit Pelaksana (UPT) Tugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kukar Faridah menyoroti meningkatnya kasus-kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak melalui media sosial. Dijelaskannya bahwa anak-anak lebih rentan mengakses konten di media sosial karena belum memiliki kemampuan untuk memilah konten yang bermanfaat atau berbahaya bagi mereka.
Baca juga : Goa Binuang Desa Sanggulan Obyek Wisata Berbasis Alam dan Penelitian Ilmiah
"Saya sangat senang karena kita melihat kejadian-kejadian terhadap anak-anak sekarang luar biasa. Kasus-kasus meningkat, dan banyak diantaranya terjadi lewat media sosial. Jika dibatasi, tentu lebih baik. Mereka cenderung membuka konten yang tidak seharusnya mereka lihat, yang kemudian bisa memacu mereka untuk melakukan kejahatan,” ujarnya.
“Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 menetapkan bahwa usia anak adalah dari dalam kandungan hingga 18 tahun. Proses kematangan mental dan fisik sangat penting, sebelum anak diperbolehkan mengakses media sosial secara bebas,” tuturnya.
Menurutnya, salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman orang tua dalam mengawasi penggunaan gadget pada anak-anak. “Anak-anak sering kali lebih mahir dalam menggunakan teknologi dibandingkan orang tua mereka, sehingga kontrol terhadap aktivitas digital anak menjadi lemah,” ujarnya.
“Banyak kasus kejahatan seksual terhadap anak bermula dari media sosial. Ini pintu masuk kejahatan yang harus kita cegah. Pelaku mengirimkan gambar-gambar pornografi kepada anak untuk membujuk mereka mengirim foto pribadi. Ancaman dan pemerasan sering kali terjadi, yang berujung pada eksploitasi seksual. Akhirnya anak-anak menjadi korban kekerasan seksual," jelasnya.
“Saya sangat setuju jika pembatasan usia ini bisa segera diberlakukan. Di luar negeri, seperti Australia, hal ini sudah diterapkan karena banyaknya anak-anak yang menjadi korban kejahatan orang dewasa. Dengan semakin meningkatnya ancaman digital terhadap anak-anak, dukungan dari berbagai pihak, termasuk orang tua, pendidik, dan pemerintah, menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi generasi muda,” pungkasnya.
#uptp2tp2a
#dp3a kukar
#uuperlindungananak
#kejahatanseksualterhadapanak
#ancamandigitalterhadapanak
#lingkungandigitalaman
#anakkorbanpornografi
#parentalguidence