Penulis/Fotografi : Abdilah Amin (Tenaga Ahli Media)
Editor : Zainul Effendi Joesoef (Pranata Humas Ahli Muda)
Sultan Kutai menyampaikan titah berlimbur yang dibacakan Pangerah Notonegoro. Susudahnya disampaikan, “Tata krama mandik kawa diabaikan, Kutai Kartanegara wadah yang aman. Rakyat yang mufakat, etam kuat hidup betulungan.”
Setelah menyampaikan titah, Sultan Kutai memerciki tubuhnya menggunakan Air Tuli (air suci dari perairan Kutai Lama) dengan mayang pinang, dilanjutkan dengan memercikkan Air Tuli ke empat penjuru mata angin. Kemudian dipercikkannya air dengan tangannya kepada para kerabat serta orang-orang yang terdekat dengannya, penanda belimbur pun dimulai.
Berikutnya ribuan masyarakat yang sudah setia menunggu di sekitar halaman Museum Mulawarman yang merupakan ex Kedaton di masa lalu, dengan antusias dan riuh saling siram. Ada yang menggunakan ember, gayung, hingga pistol air mainan. Masyarakat bergembira bersama melaksanakan Belimbur, ritual penyucian diri setelah pelaksanaan Erau di Kukar. Keriuhan semakin menjadi ketika mobil Pemadam Kebakaran menyemburkan air kepada kerumunan masyarakat.
Sepanjang tepi Sungai Mahakam di Kota Tenggarong juga tidak kalah riuhnya. Sempat terjadi beberapa perselisihan di beberapa titik di Kota Tenggarong, namun acara adat Belimbur tetap berlangsung lancar.
Amin, salah satu anggota masyarakat Tenggarong yang ikut melaksakan kegiatan belimbur berharap, “Semoga kegiatan yang berlangsung setiap tahun ini dapat terus dijaga dan dilestarikan agar budaya dapat terus diingat anak cucu kita. Semoga identitas kultur Kutai dapat menarik perhatian wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Sampai jumpa di Erau tahun depan.”
Belimbur tidak dapat dipisahkan dari legenda kerajaan di Kutai Lama. Dikisahkan
petinggi ulu dusun dengan bininya bernama Babu Jelma tinggal di gunung Jahitan Layar………..