MUARA WIS- Kendati berada jauh di pelosok hulu Mahakam, Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara sudah dikenal di tanah air karena sederet prestasi yang disabetnya di tingkat nasional.
Bahkan, desa yang sebagian besar warganya tinggal di rumah apung ini kerap jadi pilot project atau tujuan studi banding rombongan pejabat dari daerah lain.
Keberadaan Desa Muara Enggelam yang menyimpan deretan prestasi bergengsi di kancah nasional ikut mengharumkan nama Kutai Kartanegara.
Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) adalah salah satu Desa di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang pantang mengeluh dengan segala keterbatasannya.
Warganya tidak disibukkan oleh berbagai persoalan kendati banyak masalah dengan keterbatasan infrastruktur yang belum memadai, salah satunya telah puluhan tahun tidak merasakan aliran listrik 24 jam serta tidak memiliki akses jalan darat.
Namun, semua permasalahan tersebut dapat dilalui oleh warga dengan semangat dan spirit untuk terus maju dengan kamandirian dan tentunya melalui aparatur desanya yang tidak kenal lelah untuk terus berjuang guna memenuhi kebutuhan Infrastruktur dasar untuk warganya.
Kepala Bidang Pengelolaan Komunikasi Publik (PKP) Dinas Komunikasi dan Informatika atau Diskominfo Kukar, Ahmad Rianto mengungkapkan, dengan segala keterbatasannya, warga Desa Muara Enggelam sibuk dengan aktivitas bagaimana mangatasi permasalahannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Walau banyak kekurangan infrastruktur di Desa Muara Enggelam, namun warganya tidak pernah mengeluh bahkan tidak pernah protes apalagi sampai melakukan demo menuntut pembangunan infrastruktur di desanya,” ujarnya. Rabu, (8/7/2020).
Diketahui, Desa Muara Enggelam adalah salah satu desa pelosok yang terisolir dengan tanpa akses hubungan transportasi darat.
Desa yang terletak di tepian Danau Melintang di Muara Sungai Enggelam berada pada wilayah Kecamatan Muara Wis.
Rianto menjelaskan, karakteristik wilayah Desa Muara Enggalam berada di daerah genangan air sepanjang tahun bahkan tidak memiliki daratan.
Kemudian, awalnya semua warga bermukim di rumah dengan konstruksi rumah apung yang biasa disebut rumah rakit yang menggunakan kayu gelondongan sebagai landasan rumah apung atau rumah rakit.
“Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan tangkap perairan darat dan mengolah produk hasil olahan ikan asin,” tuturnya.
Kondisi permukiman berupa rumah rakit ini menyesuaikan aktivitas warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tangkap dan pengolahan hasil tangkapan nelayan.
Dengan kondisi alam pasang surut air sungai yang dipengaruhi pasang surut Sungai Mahakam dan Danau Melintang sehingga rumah rakit selalu mengikuti ketinggian air di Muara Sungai Enggelam.
Ia menambahkan, dalam perkembangan pembangunan desa, telah dibangun badan jalan konstruksi kayu ulin yang terbentang sepanjang dua sisi Sunga Enggelam kurang lebih 2 kilometer di permukiman alur Muara Sungai Enggelam.
Bahkan, perlahan beberapa warga sudah membangun rumah dengan konstruksi tongkat atau rumah panggung sesuai ketinggian kondisi pasang air sungai tertinggi.
“Namun karena tradisi yang sudah berlangsung lama, masih banyak warga yang tetap bermukim di rumah rakit,” ucapnya.
Rianto menerangkan, saat ini Desa Muara Enggelam sudah dialiri listrik selama 24 jam melalui pembangkit listrik tenaga surya komunal yang dikelola melalui BUMDes.
Dengan tersedianya penerangan selama 24 jam sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
“Yang menarik adalah Johar sebagai Kepala Desa yang menjadi panutan beserta semua komponen masyarakat terlibat dalam pelaksanaan pembangunan dan dalam pengelolaan anggaran dilakukan secara transparan,” tuturnya. (*)